MAKIN KUAT IKATAN, MAKIN KUAT HUBUNGAN, MAKIN KUAT BERTAHAN By Melianawati (SSS MSCS)


5 Tips Sederhana Mengasah Kualitas Hubungan Dengan Anak Anda

Ibarat beberapa utas tali yang perlu mau saling terkait dan terikat, demikianlah jalinan hubungan antara dua orang atau lebih. Perlu ada usaha dari kedua belah pihak untuk saling menjalin hubungan yang baik agar terbentuk ikatan hubungan yang kuat. Makin kuat ikatan hubungan, makin kuat pula hubungan bertahan di tengah proses kehidupan. Tentu saja, adakalanya tantangan datang dan berpotensi membuat ikatan yang ada mulai merenggang, bahkan mungkin hingga terputus. Namun, kebersediaan diri untuk saling terkait dan terikat kembali dapat membuat hubungan yang ada kembali terjalin. Demikian pula hubungan dalam keluarga, baik itu hubungan antar pasangan, antar anak maupun antara orang tua dan anak.


Sebuah rumah yang mewah bisa terbangun, namun bila tidak ada kenyamanan di dalamnya maka itu hanya akan sekedar menjadi bangunan biasa saja (house), tanpa ada kehangatan suasana rumah (home) di dalamnya. Sama halnya dengan sebuah keluarga. Beberapa orang, yang terdiri dari orang tua dan anak dalam ikatan rumah tangga yang legal, namun tanpa ada jalinan hubungan di dalamnya, maka hanya akan sekedar menjadi kumpulan orang saja, bukan sebuah keluarga yang sebenarnya. Oleh karena itulah, bila kita ingin memiliki sebuah keluarga yang utuh, maka itu tidak hanya bicara tentang adanya kehadiran fisik secara bersama-sama, namun bicara tentang adanya jalinan hubungan yang terbentuk kuat dan dalam antara yang satu dengan yang lainnya. 


Mengapa relasi yang dekat antara orang tua dan anak itu penting dalam sebuah keluarga? Seorang anak yang lahir ke dunia itu sama halnya dengan ia tiba pertama kalinya di suatu tempat/dunia asing yang tidak ia kenali. Rasa cemas, tidak aman dan takut pasti adalah emosi yang wajar muncul saat berada di tengah situasi/kondisi yang asing. Adanya kedekatan relasi antara orang tua dengan anak mampu meng-counter emosi yang tidak nyaman dalam diri anak.


Melalui kedekatan relasi dengan orang tua, anak akan merasa aman, nyaman dan tenang karena ada orang tua yang dapat mereka andalkan, yang menjaga/melindungi mereka & mengajarkan cara menghadapi hal-hal yang bagi mereka serba baru di dunia. 

Melalui kedekatan relasi dengan orang tua, anak akan merasa lebih percaya diri, excited, berani dan mantap hati mengeksplorasi dan menghadapi dunia sekitar karena mendapat dorongan semangat, pujian, afirmasi penerimaan emosi, merasa dipercaya serta aman untuk mengeksplorasi sekitarnya dengan batasan-batasan yang tepat, yang diajarkan oleh orang tua.

Hal ini menunjukkan bahwa kedekatan relasi orang tua dengan anak merupakan hal yang berdampak besar dan penting bagi kehidupan anak bahkan kelak hingga ia dewasa, maka layaklah bila kedekatan relasi tersebut perlu untuk diperjuangkan, dibangun dan dipertahankan hingga seterusnya.


Untuk menjalin hubungan atau relasi yang dekat, maka hal utama yang perlu dibangun oleh orang tua dan anak sebagai satu keluarga yang utuh adalah adanya komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif dalam membina hubungan yang dekat membutuhkan adanya kuantitas dan kualitas komunikasi yang baik dan seimbang. Tanpa adanya kuantitas komunikasi yang memadai, maka mustahil pula kualitas komunikasi terbentuk dan ujung-ujungnya mustahil pula jalinan hubungan yang dekat dapat terbentuk. Ibaratnya, bagaimana dapat berelasi dekat, bila tidak pernah mendiskusikan hal-hal yang mendalam karena tidak pernah saling bertemu dan berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, orang tua dapat mengembangkan berbagai cara kreatif namun efektif untuk berkomunikasi dengan anak, baik melalui aktivitas bermain bersama, sharing time, berdoa bersama, menulis jurnal harian bersama, dll. Namun, hal yang terpenting dalam komunikasi efektif untuk membangun kedekatan relasi ini adalah adanya isi pesan dan jalinan emosi yang hangat/penuh kasih yang tersampaikan/terkirim dengan jelas dan dapat ditangkap/dipahami dengan tepat oleh anak dari orang tua dan sebaliknya. 


Selain itu, ada beberapa tips sederhana yang dapat dilakukan orang tua untuk mengasah kedekatan relasi dengan anak, yang dapat disingkat “LEKAT” agar lebih mudah diingat:


  1. L- LOVE YOURSELF FIRST. Hal yang dimaksud dengan love yourself first di sini bukan berarti egois dengan mengesampingkan anggota keluarga lain. Namun yang dimaksud adalah orang tua perlu memahami dan merawat dirinya sendiri dengan mandiri dan baik terlebih dahulu. Saat orang tua mengenali kondisinya, tahu cara merawat dan mengasihi dirinya, maka ia pasti akan dengan lebih mudah memahami kondisi anak serta dapat merawat dan mengasihi anak sesuai kondisi mereka. Contohnya: Ketika orang tua merawat tubuhnya dengan bersih, rapi & sehat, maka ia akan dapat merawat anak dengan tubuh yang sehat dan semangat pula, serta dapat menjaga kesehatan tubuh anak dengan baik, bersih dan rapi pula, sesuai yang ia terapkan pada dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan manusia memiliki kecenderungan untuk memperlakukan orang lain seperti apa yang dirinya sendiri alami/dapatkan.


  1. E- EMBRACE HERE & NOW. Perlu hadir penuh secara fisik dan emosi bagi anak di saat dan di tempat itu ketika sedang berkumpul dengan anak. Percuma bila orang tua hanya hadir secara fisik, namun hati dan pikirannya terserap pada hal-hal lainnya (misalnya: pekerjaan, masalah, dll), sehingga hati dan pikirannya malah tidak fokus menjalin relasi/ikatan emosi dengan anak. Begitu pula sebaliknya, percuma pula bila hati dan pikiran orang tua selalu ingin dekat dengan anak, namun sering melewatkan momen-momen penting dalam hidup anak demi hal yang lainnya, sehingga anak merasa bahwa dirinya tidak jauh lebih penting daripada hal-hal lainnya tersebut.


  1. K- KONSTRUKTIF. Konflik adalah hal pasti terjadi dalam setiap relasi, termasuk dalam relasi antara orang tua dengan anak. Namun, orang tua perlu membangun budaya keluarga terkait pola penyelesaian konflik yang sehat agar konflik justru semakin memperkuat ikatan hubungan, bukan malah merenggangkan atau memutuskannya. Oleh karena itulah, pola respon terhadap konflik berupa pembiaran/pengabaian, pendiaman (silent treatment), kasar/agresi, kritikal, judgement, dll yang bersifat destruktif, perlu dihindari. Sebaiknya, kembangkan pola penyelesaian konflik yang sehat dan efektif seperti misalnya diskusi, negosiasi, kompromi, toleransi, mendengarkan dan empati, budaya “saling”, menghormati/menghargai, berkata lembut dan sopan, sepakat mufakat, dll yang konstruktif, yang perlu untuk dikembangkan.


  1. A- ACCEPT. Saat orang tua menjadi asli atau apa adanya, tidak malu untuk menjadi rentan di hadapan anak (terbuka mengakui & menerima kesalahan/kelemahan diri) serta mau menerima masukan dari anak, maka anak akan jauh lebih berempati dan menghormati orang tua. Hal ini dikarenakan anak melihat orang tua tidak membangun figur sebagai sosok yang hebat & hanya menuntut anak yang berubah sedangkan dirinya sendiri tidak perlu berubah. Namun anak jadi melihat orang tua sebagai sosok yang rendah hati, yang mau selalu berusaha atau bertumbuh jadi lebih baik lagi. Justru di dalam keterbukaan akan kerentanan diri, keintiman relasi yang dalam akan makin terbentuk. 


  1. T- THE WAY THEY ARE. Bayangkan saja dari sudut pandang perbedaan tinggi badan anak dan orang tua, maka pasti keduanya melihat sudut pandang yang berbeda. Demikian pula halnya dalam hal kemampuan berpikir dan kemampuan penangkapan serta pengekspresian bahasa yang pasti berbeda tingkat kemampuannya antara anak dan orang tua. Terkait kondisi ini, tentu saja anak masih sangat terbatas untuk bisa menyamai level kemampuan orang tua. Oleh karena itulah, orang tua yang perlu merendahkan hati untuk menjalin kedekatan relasi dengan anak, sesuai dengan level & kekhasan bahasa anak. Misalnya: Anak berusia balita masih suka main boneka, sedangkan orang tuanya sudah tidak main hal tersebut, maka orang tua lah yang perlu merendahkan hati untuk menggunakan cara anak demi menjalin kedekatan relasi yaitu berupa ikut bermain boneka dengan anak. Contoh lainnya adalah bila anak memiliki bahasa kasih berupa words encouragement, maka selalu dahulukan memberi pujian daripada memberi kritikan pada anak. Bila anak memiliki bahasa kasih berupa menghabiskan waktu bersama, maka menyediakan waktu dating time bersama anak akan jadi kesempatan berharga untuk menjalin kedekatan relasi dengan anak.



Untuk berjalan bersama di sepanjang proses kehidupan yang tidak mudah itu memang penuh tantangan dan perjuangan. Bayangkan saja, berjalan seorang diri memang terasa lebih cepat dan mudah karena tidak perlu menyesuaikan ritme langkah dengan orang lainnya. Namun, sebagai sebuah keluarga, tiap anggota keluarga perlu saling menyesuaikan ritme langkah satu sama lain demi dapat berjalan bersama hingga akhir hidup sebagai satu keluarga yang utuh. Oleh karena itulah, demi berjalan & bertahan bersama sebagai satu keluarga, keselarasan ritme perlu dicapai melalui kedekatan relasi yang terjalin satu sama lain. Saat relasi dalam keluarga dekat, maka pengenalan ritme satu sama lain makin dalam & dapat saling memahami serta bekerja sama menyamakan langkah bersama sampai akhir hidup. Oleh karena itulah, tidak heran bila dalam Kolose 3:14, Alkitab menuliskan “Di atas semuanya itu: Kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan”, karena memang hanya hubungan yang berlandaskan kasih sajalah yang terkuat dan yang membuat keluarga dapat dekat, bersatu dan seirama berjalan bersama.


“It didn’t matter how big our house was; it mattered that there was love in it” (Peter Buffeti)

“Family is divine connection by love of one heart to another” (Anonim)




 

Back to News & Events

NEWS & EVENTS