“Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.” – Mazmur 127:4


3 Tips Menumbuhkan Daya Juang Remaja Selama Masa Pandemi

Tidak ada yang pernah menduga pasti bahwa pandemi akan berlangsung di awal tahun 2020 dan memaksa setiap orang beradaptasi dengan cepat terhadap tuntutan serta perubahan yang ada karena pandemi. Bagi sebagian besar remaja, ini adalah pertama kalinya mereka berada di tengah krisis, penderitaan dan kehilangan yang besar seperti masa ini. Banyak sekali dampak dari pandemi COVID ini yang dirasakan oleh anak-anak seperti keterbatasan relasi dimana mereka menjadi sulit untuk bertemu dengan teman serta membangun relasi yang mendalam, dampak akademik dimana motivasi belajar semakin menurun, dan juga dampak emosional seperti cemas, trauma, stres, bahkan depresi. Hasil survei yang dilaksanakan oleh UNICEF dalam laporan The State of the World’s Children 2021 terhadap anak-anak dan orang dewasa di 21 Negara menunjukkan bahwa 1 dari 5 anak remaja yang berusia 15-24 tahun mengalami  depresi dan rendah minatnya untuk berkegiatan akibat pandemi. 


Pertanyaannya adalah apakah mereka akan tetap seperti ini di masa yang akan mendatang? Kenyataannya, di tengah dampak negatif yang muncul di masa pandemi ini pasti banyak pula hal baru yang dapat mereka pelajari, sehingga bila para remaja ini diarahkan dengan benar, maka akan menciptakan generasi yang sehat dan memiliki daya juang (resilient). 


Daya juang (Resillient) adalah kemampuan untuk berfungsi dengan baik saat berada dalam krisis dan terus bangun/bangkit jika “terpukul”. Cara kita membangun keterampilan hidup (life skill) ini adalah dengan mengalami tantangan dan belajar dari pengalaman tersebut.


Berikut adalah beberapa tahapan untuk dapat membantu anak remaja Anda untuk dapat bertumbuh dan memiliki daya juang (resilient) ditengah tantangan yang ada:


1. Hal yang wajar jika dirimu pernah merasa kecewa, sakit, gagal 

Pada fase ini ajarkan kepada anak remaja Anda bahwa dalam perjalanan kehidupan mereka akan ada masa dimana mereka akan menemukan masalah dan dalam kondisi tidak baik-baik saja. Jelaskan kepada anak remaja Anda bahwa itu adalah hal yang wajar jika mereka merasa tidak baik-baik saja, contohnya saat mereka mendapatkan nilai yang kurang memuaskan, terlibat masalah dengan teman, atau keinginannya tidak terpenuhi. 

Bantu anak remaja Anda untuk mengenal serta menamai emosinya, contohnya dengan berkata “Oh… karena nilaimu jelek kamu jadi kecewa ya?”. Kemudian berempatilah sambil memeluk, menggandeng tangannya, mendoakannya sambil menumpangkan tangan, mencium, atau bahkan sekedar menemaninya saat sedih, serta menangis bersama. 

Latihlah anak remaja Anda untuk tidak malu membagi sisi lemah mereka dan mencari pertolongan ke orang terdekat yang bisa mereka percaya. Sampaikan kepada anak remaja Anda bahwa saat mereka merasa tidak baik-baik saja itu hal yang wajar, jadi terbuka akan sisi rapuh (vulnerable) dalam diri bukan berarti kita menjadi lemah, bahkan proses tersebut dapat membuat kita menjadi lebih kuat. 


2. Kita akan bertumbuh bersama-sama

Ketika dihadapkan pada pertanyaan “Siapa yang bertanggung jawab untuk membentuk anak remaja kita menjadi remaja yang sehat dan memiliki daya juang tinggi (resilient)?”. Maka jawabannya adalah setiap kita, baik orang tua, guru dan melalui komunitas yang dimiliki oleh anak kita. 

Penting bagi para remaja untuk memiliki sebuah komunitas yang sehat, dimana disana mereka dapat bertumbuh bersama-sama. Firman Tuhan berkata di 1 Korintus 15:33 "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik.” Hal tersebut mengingatkan setiap kita agar lebih bijak memilih pertemanan atau komunitas yang benar, karena komunitas dapat mempengaruhi bagaimana seorang anak berpikir, merasakan serta mengambil keputusan. Arahkan anak-anak kita untuk dapat memiliki komunitas/teman yang sehat, salah satunya melalui komunitas gereja dan sekolah atau bahkan komunitas hobi yang sama.


3. Komunikasi dan Hubungan yang terbuka

Salah satu kunci dalam membangun generasi yang sehat dan memiliki daya juang hidup adalah melalui komunikasi yang jelas dan terbuka dalam suatu hubungan, dimana dalam prosesnya kita juga akan mendapatkan sebuah kepercayaan dan saling menghargai dari anak-anak.


Hal tersebut bisa dipupuk dari hal-hal sederhana, contohnya orang tua hadir dan menyediakan telinga untuk anak ketika mereka datang pada kita untuk bercerita.  Selain itu, jangan takut untuk menunjukkan sisi lemah yang kita miliki. Sebuah ikatan dan kedekatan dapat tercipta ketika kita dan anak bisa saling terbuka bukan hanya mengenai tiap keberhasilan tetapi juga kegagalan dan kelemahan yang dialami dari pengalaman hidup. Hal tersebut juga bisa menjadi sebuah pembelajaran untuk anak-anak. Poin penting lainnya adalah hindari asumsi terhadap kondisi anak, contohnya ketika anak kita mendapat nilai yang kurang memuaskan dengan berkata “Kamu pasti kurang fokus dan tidak belajar ya?”, melainkan tunjukan kepedulian kita “Wah… pasti kamu kecewa ya nilaimu kurang memuaskan? Apa yang bisa mama bantu?”. Jadilah sosok yang terbuka terhadap masukan dari anak-anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa kita sebagai orang tua juga ingin bertumbuh dan berproses bersama mereka. 


Poin terakhir adalah ajarkan anak-anak untuk dapat melakukan refleksi, sehingga anak dan orang tua bisa membahas bersama kira-kira hal-hal apa saja yang dipikirkan dan dirasakan selama masa pandemi, hal berkesan apa yang mereka alami yang dapat dipetik menjadi sebuah pembelajaran dan ajak anak untuk mengambil sebuah kesimpulan terkait hal apa yang dipelajari dan life skill in challenge yang bisa dikembangkan dan diterapkan di waktu yang akan datang.


Membentuk sebuah generasi yang sehat dan memiliki daya juang (resilience) adalah tugas setiap kita, namun dalam prosesnya terkadang kita masih ragu dan bingung melangkah untuk mencapai atau membentuk anak kita sampai pada titik kondisi tersebut. Hal ini layaknya kita memiliki sebuah peta namun kita tidak memiliki arah tujuan yang jelas. Ingatlah untuk selalu melibatkan Tuhan dan menyerahkan segala proses kepadaNya. Berserah kepada Tuhan berarti tetapi kita percaya bahwa Tuhan memegang masa depan setiap anak yang kita bina. 

Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.” – Mazmur 127:4


Pustaka Acuan : 

UNICEF (2021). Dampak COVID-19 terhadap rendahnya kesehatan mental anak-anak dan pemuda hanyalah ‘puncak gunung es’. Diunduh 7 Januari 2021, dari https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/dampak-covid-19-terhadap-rendahnya-kesehatan-mental-anak-anak-dan-pemuda-hanyalah.

Kendra, C. (2021). What is Resicilience?. Diunduh 7 Januari 2021, dari https://www.verywellmind.com/what-is-resilience-2795059


 

Back to News & Events

NEWS & EVENTS