Kalau Bisa Sekarang, Mengapa Tunggu Nanti?

Terlambat mengumpulkan tugas.

Tidak mengumpulkan tugas.

Mengerjakan tugas H-1 dari deadline yang ada.

Belajar dengan SKS alias sistem kebut semalam saat ujian.

Dan lain-lain…


Apakah anak dari Bapak/Ibu juga sering melakukan hal-hal yang serupa, khususnya selama masa learning from home? Apa yang membuat mereka memilih untuk melakukan hal-hal seperti itu? Apa yang membuat anak kita yang dulunya rajin saat belajar offline menjadi malas dan seolah gagal mengatur waktu & performa akademiknya dengan baik selama learning from home?


Ada banyak alasan yang membuat seseorang, termasuk anak-anak kita, melakukan hal-hal tersebut. Salah satu “motor penggeraknya” adalah suka menunda-nunda dalam mengerjakan sesuatu hal alias prokrastinasi.


Apa itu prokrastinasi? Secara sederhana, prokrastinasi adalah penundaan dalam melakukan sesuatu hal, baik dalam mengerjakan kewajiban, maupun kegiatan harian lainnya. Prokrastinasi bukanlah hal yang selalu buruk. Bila prokrastinasi dalam mengerjakan sesuatu hal tertentu dilakukan karena ada hal lain yang lebih penting untuk diselesaikan terlebih dahulu, maka hal ini disebut active procrastination karena seseorang tetap produktif dalam kesehariannya. Prokrastinasi yang tidak sehat adalah penundaan dalam mengerjakan sesuatu hal yang tidak menghasilkan progress atau kemajuan atau peningkatan apapun. 


Oleh karena itu, 2 tolok ukur sederhana seseorang melakukan prokrastinasi yang sehat atau tidak adalah: 

(1) The absence or presence of progress.

(2) The absence or presence of willingness not to do it in the last minute & finish it in time, not on time.

Apa yang membuat anak-anak kita melakukan prokrastinasi yang tidak sehat? Secara sederhana, prokrastinasi terjadi karena anak-anak kita sedang menghindari sesuatu hal yang membuatnya unhappy, yang kemudian berkombinasi dengan kurangnya self-control dalam diri, sehingga akhirnya memutuskan untuk menunda dalam melakukan sesuatu hal. Ada 3 alasan yang membuat sesuatu hal dipersepsikan dapat membuat unhappy yaitu:


  1. LACK OF SELF-CONFIDENCE

Hal atau tugas tersebut dirasa sulit diselesaikan karena anak-anak kita merasa kurang atau tidak memiliki knowledge atau skill yang cukup untuk menunjang performanya yang baik dalam menyelesaikan tugas atau hal tersebut.


  1. FEAR OF FAILURE

Rasa takut gagal atau takut salah atau takut dihakimi bila dirinya tidak sempurna dalam mengerjakan tugas atau sesuatu hal justru membuat anak-anak kita merasa enggan untuk mulai melakukan sesuatu hal. Biasanya hal ini dikarenakan perfeksionisme dalam diri anak.


  1. REBELLION

Biasanya hal ini muncul sebagai bentuk defense mechanism atas ketidaksetujuan dalam diri untuk tunduk taat pada pihak otoritas atau pada pihak yang memberinya tanggung jawab tugas atau hal tersebut atau pada hal-hal lain yang terkait (misalnya: Peraturan, sistem, norma, dan lain-lain). Munculnya sense dalam diri tidak ingin dipaksa dalam melakukan sesuatu membuat anak-anak kita resistance dengan cara menunda untuk mengerjakan hal-hal yang seharusnya ia kerjakan dengan segera.



Bagaimana dengan anak dari Bapak/Ibu? Berdasarkan 3 alasan tersebut, yang manakah yang menjadi alasan bagi anak dari Bapak/Ibu dalam melakukan prokrastinasi yang tidak sehat?


Segala sesuatu yang tidak memberi “makan” egoisme kepentingan diri sendiri seringkali dilabel sebagai sesuatu hal yang membuat kita, termasuk bagi anak-anak kita, sebagai hal yang mendatangkan unhappy bagi diri. Oleh karena itulah, tidak heran bila ada banyak hal yang akhirnya diputuskan untuk ditunda pengerjaannya bila itu tidak menyenangkan kepentingan diri sendiri akibat nature manusia yang cenderung egois.


Apalagi bila kondisi tersebut tidak disertai dengan kedewasaan pengendalian diri yang matang, maka tidak heran bila anak-anak kita, lebih memilih untuk mengambil keputusan yang egois dengan cara menunda pengerjaan tugasnya daripada mengambil keputusan bertindak yang benar sekalipun tidak nyaman bagi “kedagingannya”. 


Selain itu, adanya pengalaman berulang saat berhasil menyelesaikan tugas atau ujian dengan sistem penundaan terlebih dahulu, justru semakin membuat anak-anak kita merasakan “euphoria” semu karena merasa dirinya mampu menyelesaikan tugas atau ujian tersebut dalam durasi waktu pengerjaan atau persiapan yang mepet. Adanya “euphoria” semu inilah yang mendorong anak-anak kita kembali tergoda untuk mengulang perilaku prokrastinasi yang tidak sehat. Inilah yang membuat prokrastinasi yang tidak sehat bak sebuah lingkaran setan yang tidak kunjung terputus bila tidak benar-benar berkomitmen untuk memutuskan mata rantainya dalam dirinya.



Tidak hanya sekedar “euphoria” semu, namun dampak negatif dari prokrastinasi yang tidak sehat, yang tidak dirasakan atau didapatkan pada saat itu juga, biasanya mendorong anak-anak kita untuk terus melakukan prokrastinasi yang tidak sehat. Padahal, saat melakukan prokrastinasi yang tidak sehat, sebenarnya anak-anak kita sedang menabur dampak negatif yang akan dituainya nanti di kemudian hari. Beberapa dampak negatif dari prokrastinasi yang tidak sehat adalah:


  1. Dampak fisik:

Prokrastinasi yang tidak sehat membuat anak kita sering tidur larut malam demi menyelesaikan tugas atau belajar, sehingga membuat sistem kekebalan tubuh menurun & menimbulkan insomnia. Selain itu, pengerjaan tugas atau persiapan belajar dalam waktu yang mepet memicu hormon stres yang membuat asam lambung naik sehingga sering menimbulkan sakit maag. Hal tersebut membuat anak-anak kita jadi kurang memperhatikan self care dalam keseharian.


  1. Dampak sosial:

Prokrastinasi yang tidak sehat membuat orang lain melihat diri anak-anak kita sebagai pribadi yang kurang atau tidak bisa dipercaya, serta tidak dapat diandalkan kualitas dirinya. Hal ini sangat rentan menimbulkan konflik dengan teman-temannya.


  1. Dampak personal:

    Secara tidak langsung, adanya anggapan negatif dari orang lain tentang kurangnya kualitas diri sendiri (pada poin 2) akan cenderung membentuk self-image yang negatif pada anak. Prokrastinasi yang tidak sehat juga dapat membentuk dan memperkuat pola avoidance  anak dalam menghadapi segala sesuatu dalam keseharian, sehingga dapat berujung depresi.


Apakah anak dari Bapak/Ibu sudah menyadari dan siap menerima dampak negatif jangka panjang dari prokrastinasi yang tidak sehat ini?


Untuk menghentikan kebiasaan prokrastinasi memang diperlukan kesediaan anak-anak dan dukungan orang tua untuk terus berproses dengan penuh komitmen dan konsistensi. Hal-hal praktis yang dapat dicoba untuk dilakukan dalam membantu anak-anak kita dalam mengatasi prokrastinasi adalah:


  1. REFRAMING THE MIND ABOUT THE TASKS

Selama tugas atau hal-hal yang ada terus dipersepsikan sebagai sesuatu yang membuat diri unhappy, maka mustahil untuk bisa berhenti melakukan prokrastinasi. Bantu anak-anak kita untuk mempersepsikan tugas atau proses belajar sebagai sesuatu hal yang bermanfaat positif bagi diri mereka sendiri.


  1. FIND & FOCUS ON THE “WHY”

Tanpa menghayati tujuan dibalik perlunya mengerjakan tugas atau belajar, maka mustahil untuk bisa berhenti melakukan prokrastinasi. Bantu anak-anak kita untuk menemukan dan menetapkan sendiri alasan atau tujuan atau target yang ingin dicapainya dari pengerjaan tugas atau proses belajar yang ada. Tujuan atau target yang muncul dari dalam diri anak sendiri, bukan dari orang lain atau orang tua, akan membuat anak lebih engage dalam proses belajar serta pengerjaan dan penyelesaian tugas yang ada.


  1. BREAKDOWN THE TASKS

Biasanya, anak-anak kita mudah merasa overwhelmed dengan banyaknya tugas atau hal-hal yang perlu dipelajari, sehingga akhirnya menyerah dan memilih untuk prokrastinasi. Bantu anak-anak kita untuk mem-breakdown-nya menjadi target pencapaian kecil di setiap harinya, sehingga pengerjaan tugas atau proses belajar yang ada menjadi tidak terlalu berat dan dapat diselesaikan dengan baik setiap harinya, tanpa membuat anak merasa stres atau overwhelmed.


  1. ELIMINATE DISTRACTIONS

Ada beragam hal yang dapat mengganggu konsentrasi anak dalam mengerjakan tugas atau belajar, misalnya: Handphone, hewan peliharaan, snack, suara TV, kasur-bantal-guling yang nyaman, mainan, dan lain-lain. Selama proses pengerjaaan tugas atau belajar, “eliminasi atau hilangkan” terlebih dahulu semua distraksi yang ada dengan cara menetapkan setting ruang belajar yang sesuai dan menetapkan batasan durasi waktu yang seimbang antara belajar dan beristirahat.


  1. USE REWARDS-CONSEQUENCES

Tetapkan dan sepakati bersama dengan anak-anak kita terkait reward dan consequences apa yang akan mereka dapatkan bila ia melakukan atau tidak melakukan prokrastinasi. Rewards bagi anak akan lebih baik bila diberikan dalam bentuk aktivitas (seperti: Olahraga bersama, main board game bersama, pergi bersama keluarga, membuar craft, dan lain-lain), daripada berupa makanan dan penggunaan gadget.


  1. FIND SUPPORTS

Untuk memutus mata rantai prokrastinasi bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itulah, penting bagi anak-anak kita untuk memiliki partner yang mau memposisikan diri “setara” dengan anak, baik itu berupa teman atau orang tua atau saudara kandung atau yang lainnya, yang dapat berperan saling mengingatkan dan mendukung proses perubahan diri.


  1. KEEP GOING ON

Adakalanya dalam menjalani proses perubahan ini, prokrastinasi masih dapat kembali terjadi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan dukungan pada anak-anak agar mereka memaafkan kelalaian diri mereka sendiri dan terus berusaha menjadi lebih baik lagi.



Secara sederhana, prokrastinasi menjadi sesuatu hal yang tidak sehat bila tidak ada kemajuan atau progress yang terjadi. Oleh karena itu, mari ajak anak-anak kita untuk fokus saja melakukan kemajuan-kemajuan kecil secara konsisten dari hari ke hari. Just encourage our children to make progress consistenly one by one, little by little, one day at the time, even one single (baby) step at the time.


“Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya KEMAJUANMU NYATA KEPADA SEMUA ORANG”. (1 Timotius 4:15)



Pustaka Acuan:

Psychology Today. (_____). Procrastination. Diunduh 13 Mei 2021, dari https://www.psychologytoday.com/us/basics/procrastination

The Friendly Brain. (2018). The psychology of procrastination & how to stop procrastination. Diunduh 13 Mei 2021, dari https://www.youtube.com/watch?v=ZBiYWdnqNNg



(Students Support Service, Juni 2021)

 

Back to News & Events

NEWS & EVENTS