Empathy is when a person accurately communicates that they see another’s intentions and emotional state.
It means watching our child’s frustration and focusing on how life feels in that little child’s body, while putting our own anger and agenda into the background
- Andrea Nair -

Am I A Good Role Model?

10 June 2020, Me and Myself

Saya sempat berinteraksi dengan seorang gadis remaja berbadan dan berparas mungil. Ia periang dan suka menyapa orang lain. Beberapa kali ketika bertemu dan berbincang selama beberapa menit dengannya, saya melihatnya suka memilin dan mencium-cium rambutnya. Saya sempat menegurnya untuk menghentikan kebiasaannya tersebut, namun terasa susah sekali baginya untuk menghentikannya.

 

Ketika saya bertanya, bagaimana asal muasal ia mulai berperilaku seperti itu, ia tidak mampu menjawabnya. Hingga akhirnya, suatu kali saya berkesempatan untuk bertemu dan berbincang sejenak dengan ibunya. Ternyata, di tengah-tengah perbincangan kami, ibu dari gadis remaja tersebut juga memunculkan perilaku yang sama, yaitu memilin dan mencium-cium rambutnya. Kini, tahulah saya asal muasal munculnya perilaku memilin dan mencium-cium rambut dari si gadis remaja tersebut. (^_^)

 

Like father, like son”. Barangkali, itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kisah singkat yang saya uraikan sebelumnya. Baik disadari maupun tidak disadari, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, seorang anak akan memiliki kemiripan dengan orang tuanya. Mengapa demikian? Karena seorang anak pasti akan melakukan proses pembelajaran dan meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang tuanya.

 

Barangkali ada orang tua yang berkata, “Ah, itu kan hanya waktu anak usia 1-5 tahun saja mereka banyak belajar dan meniru orang tua” atau mungkin berkata, “Ah, anak remajaku lebih suka meniru teman-temannya daripada aku!”.  Eiiitttsss… tunggu dulu. Ketika anak masih kecil, khususnya ketika berusia 1-5 tahun itu adalah masa berharga di mana orang tua meletakkan dasar-dasar bagaimana seseorang bertindak, sehingga anak kecil pun belajar untuk meniru persis tindakan orang tua.

 

Namun, saat anak telah beranjak remaja, lebih dari sekedar belajar dan mengadopsi apa yang orang tua lakukan, seorang remaja akan belajar dan mengadopsi VALUES atau BELIEFS yang dimiliki dan ditunjukkan oleh orang tua dalam keseharian. Begitu pula saat berinteraksi dengan teman sebaya, seorang remaja akan banyak terpengaruh dalam hal-hal update di masa remaja mereka seperti penggunaan media sosial, games, fashion, dan lain-lain, yang seringkali hanya bertahan dalam jangka waktu periode tertentu.

 

Namun, lebih dari sekedar hal-hal yang kasat mata, orang tua memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mempengaruhi seorang remaja dalam hal VALUES atau BELIEFS. Dan bukankah, keberadaan values atau beliefs itu memiliki dampak dalam kehidupan seseorang dalam jangka waktu yang lebih panjang, bahkan sampai seumur hidup, daripada hal-hal yang kasat mata (fashion, idols, dll)?

Lantas, benarkah seorang remaja juga menaruh orang tua sebagai role model? Atau mereka lebih banyak menaruh public figures sebagai role model mereka?

 

Sebuah survei yang dilakukan pada 830.000 siswa Gr.12 di Kansas oleh Steven H. White dan Joseph E. O’Brien, menunjukkan bahwa sosok yang seringkali dianggap sebagai role model bagi remaja adalah (1) Orang tua dan saudara/kerabat dekat, (2) Guru, dan (3) Public figures. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa orang tua adalah sosok terkuat yang dipandang remaja sebagai role model daripada public figure dan guru.

 

Mengapa bisa demikian? Karena kedekatan dan kedalaman hubungan memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan remaja. Semakin dekat dan semakin dalam hubungan seseorang dengan seorang remaja, maka semakin besar pula pengaruh yang diserap remaja dari orang tersebut dan semakin besar pula kemungkinan remaja akan menempatkan orang tersebut sebagai role model-nya.

 

Oleh karena itu, pertanyaan reflektif pertama yang perlu ditanyakan pada diri kita masing-masing sebagai orang tua yang rindu menjadi role model yang baik bagi anak adalah apakah saya sudah memiliki hubungan yang dekat dan dalam dengan anak saya? Karena ternyata, kunci pertama untuk menjadi role model bagi anak adalah memiliki hubungan yang dekat dan dalam dengan anak.

 

Selain itu, survei yang dilakukan oleh oleh Steven H. White dan Joseph E. O’Brien juga menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memandang seorang role model adalah sosok yang: (1) Melakukan hal yang baik, (2) Sosok ideal self mereka, dan (3) Menginspirasi/menolong/mengajar mereka.

 

Ternyata, dalam menentukan/memilih siapa sosok role model bagi remaja, survei menunjukkan bahwa remaja menentukannya berdasarkan (1) Karakter yang penyayang dan peduli, (2) Memiliki kualitas yang baik menurut sudut pandang mereka seperti pintar dan keren, (3) Mampu menolong dan mengarahkan hal yang baik dan benar, dan (4) Memiliki keahlian dan sukses di bidang tertentu.

 

Berdasarkan uraian hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosok role model bagi seorang remaja adalah sosok yang mampu menjawab kebutuhan mereka, yang mana dalam hal ini sangat tidak berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik atau finansial.

 

Oleh karena itu, pertanyaan reflektif kedua yang saya mau ajak Bapak/Ibu tanyakan pada diri masing-masing sebagai orang tua yang rindu menjadi role model yang baik bagi anak adalah apakah saya sudah memahami dan menjawab kebutuhan anak saya, yang sama sekali tidak berkaitan dengan kebutuhan fisik dan finansial?

 

Karena ternyata, kunci kedua untuk ditempatkan oleh seorang remaja sebagai sosok role model adalah mampu memahami dan menjawab kebutuhan non fisik dan non finansial mereka.

 

Sudah sejak lama, saya sering mendengar ungkapan ini, “Satu-satunya ‘pekerjaan’ yang tidak bisa cuti, tidak bisa libur dan tidak bisa mengundurkan diri hingga akhir hayat adalah menjadi orang tua”. Betapa besar peran orang tua dalam kehidupan seorang anak. Orang tua merupakan sosok role model yang tertanam paling dalam dan berdampak paling kuat hingga akhir hidup sang anak.

 

Segala hal yang dilakukan dan dikatakan oleh orang tua akan berpengaruh kuat terhadap pembentukan sikap, tindakan dan values/beliefs anak. Oleh karena itu, adanya kesesuaian antara perkataan dan tindakan orang tua akan menentukan pula level kekuatan dampak orang tua untuk ditempatkan sebagai TELADAN oleh seorang remaja.

 

Pertanyaan reflektif ketiga yang kembali saya mau ajak Bapak/Ibu refleksikan pada diri masing-masing sebagai orang tua yang rindu menjadi role model yang baik bagi anak adalah apakah saya sudah menunjukkan diri saya sebagai seorang teladan yang rendah hati, jujur dan genuine dalam perkataan dan tindakan bagi anak saya?

 

Karena ternyata, kunci ketiga untuk ditempatkan oleh seorang remaja sebagai sosok role model adalah mampu menjadi teladan dalam perkataan dan tindakan karena hal tersebut akan mempengaruhi sikap, tindakan dan values/belief seorang remaja.

 

Ada beberapa hal sederhana yang rindu saya bagikan pada Bapak/Ibu sebagai usaha kita bersama untuk menjadi role model yang baik bagi putra-putri kita:

 

  1. Build intimacy with the children by being a genuine person & let yourself to be vulnerable but mature in front of them

 

  1. Parent’s healthy life style is children’s healthy life style. Ketika orang tua menunjukkan gaya hidup yang sehat dalam keseharian seperti makan makanan sehat, berolahraga, bebas dari alkohol-drugs-narkotika-rokok, tidak terikat pada gadget, maka anak juga akan belajar untuk menghidupi value healthy life style yang sama yang telah dihidupi oleh orang tua.

 

  1. Have a positive character. Ketika orang tua terbiasa menunjukkan karakter yang positif dalam keseharian, seperti belas kasih, murah hati, sabar, jujur, bertanggungjawab, dll, maka anak juga akan belajar untuk mengadopsi karakter yang sama yang ditunjukkan oleh orang tuanya.

 

  1. Have a strong resilience in crisis. Ketika anak terbiasa melihat orang tuanya selalu pergi dari rumah saat bertengkar dalam pernikahan, anak akan belajar untuk menghindar saat menghadapi permasalahan. Namun, bila orang tua menunjukkan tanggung jawab dan resiliensi dalam menghadapi permasalahan, maka anak juga akan belajar untuk menghadapi dan terus berjuang hingga seluruh masalah atau tantangan yang didapatnya telah terselesaikan.

 

  1. Use encouragement words, more than criticism.

 

  1. Understand & accept the children, more than give demands & comparison.

 

  1. Give some stimulation for the children to have a reflective session along the discussion.

 

  1. Be available for the children karena kebutuhan utama dan terbesar anak yang rindu dipenuhi dari orang tua adalah kebutuhan afeksi/emosinal, bukan kebutuhan fisik/finansial.

 

Tidak ada orang tua yang sempurna di dunia. Tidak akan pernah ada sosok role model yang sempurna, selain Tuhan Yesus. Oleh karena itulah, Tuhan Yesus selalu mengarahkan kita untuk bertumbuh semakin serupa denganNya. Dan orang tua yang memahami betul pentingnya menghidupi sikap dan tindakan yang mau terus belajar, bertumbuh dan berkembang semakin serupa Kristus, itu artinya mereka adalah orang tua yang mau mengusahakan dan memberi diri yang terbaik sebagai sosok role model bagi putra-putrinya, yang sekaligus pasti mendatangkan senyum di hatiNya.

 

Selamat bertumbuh semakin serupa Kristus!

Selamat belajar menjadi role model yang terbaik bagi anak!

Tuhan Yesus memberkati!

 

(Student Support Service, Juni 2020)