Replace a goal of obedience with one of connection and trust instead.
Children are drawn to follow those to whom they are emotionally connected.
By parenting not for obedience but for relationship, kids are naturally inclined to follow your lead
- Kelly Bartlett -

Mengatasi Stress Secara Sederhana

03 June 2020, Me and Myself

Stress sebenarnya merupakan salah satu cara tubuh memberikan respon sebagai
bentuk untuk mempertahankan diri. Tidak semua stress berkonotasi negatif. Menurut Hans
Selye (dalam Fink, 2016) menyatakan: Stress merupakan respon yang non spesifik dari
tubuh manusia terhadap berbagai bentuk tuntutan.

Artinya pada setiap orang bisa memunculkan reaksi yang berbeda terhadap kondisi
yang dianggap tidak nyaman terutama kondisi yang dianggap mengancam. Namun tidak
semua stress berkonotasi negatif. Stress yang berkonotasi dengan hal bersifat membangun
disebut eustress sementara stress yang bersifat merusak disebut distress.

Menurut Quinones dkk (2016), bagaimana cara pandang seseorang terhadap kondisi
yang dihadapinya itu akan mempengaruhi kondisi mentalnya. Sehingga bila seseorang
menganggap bahwa Covid 19 ini sebagai sumber ancaman “kekal” yang membuatnya
merasa sangat tidak berdaya, maka yang muncul adalah stress yang bersifat destruktif atau
distress. Sebaliknya bila seseorang menganggap pandemi saat ini sebagai salah satu bentuk
tantangan yang harus disingkapi dengan lebih positif, maka akan muncul stress yang bersifat
eustress atau stress yang bersifat membangun

Harus diakui kondisi saat ini membuat semua aktivitas menjadi berubah total.
Bahkan kita menyadari bahwa secara ekonomi sangat berdampak secara langsung maupun
tidak langsung pada diri kita dan lingkungan kita. Secara mental kita merasa tidak nyaman
dalam ketidakpastian, secara sosial, kita merasa terbatasi dalam menjalin interaksi dan
secara fisik merasa cepat lelah.

Hal ini memicu kekuatiran dalam diri. Namun perlu dipahami bahwa dengan
menambah kekuatiran, akan menghambat ide-ide baru yang sebenarnya berpotensi
membuat diri kita dan di sekitar kita menjadi lebih baik.

Dalam salah satu jurnalnya, Quinones dkk (2016) membahas bagaimana dinamika
dari eustress dan distress. Pada akhirnya mereka menegaskan bahwa kita mampu
menjadikan stress itu sebagai suatu bentuk yang dapat membangun diri kita maupun orang
disekitar kita. Beberapa strategi yang di paparkan dalam penelitiannya yaitu:

1. Attention Deployement : Memberikan perhatian bukan hanya pada hal-hal terkait
sebuah masalah. Berikan perhatian pada hal-hal lain yang juga perlu ditindaklanjuti.

Karena itu sebaiknya:

a. Membatasi perhatian diri terhadap hal-hal yang membuat emosi semakin
bermuatan negatif.
b. Hal ini bisa dilakukan dengan membatasi info yang bersifat “katanya”. Pastikan
bahwa info yang didapat bersifat obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
c. Hindari mengkonsumsi informasi yang terus menerus dan bersifat negatif.
d. Hindari figur atau orang yang cenderung bersifat profokatif dalam memberikan
informasi.

2. Cognitive reappraisal: mengubah cara pikir atau penilaian terhadap suatu situasi
yang cenderung negatif yang dapat mempengaruhi emosi.

Karena itu, sebaiknya:

a. Mulailah membangun pemikiran yang positif dalam situasi yang tidak nyaman saat
ini, misalnya: selama proses menjalani social distancing, saya jadi memiliki waktu
lebih banyak untuk mengenal keluarga saya.
b. Memberikan peneguhan pada diri bahwa segala sesuatu terjadi tetap dibawah
kendali dan otoritas Tuhan.
c. Memunculkan pemikiran – pemikiran baru untuk mencari kegiatan yang semakin
aktif melibatkan keluarga.

Sangat tidak mudah untuk menerapkan dua hal diatas, namun bukan berarti tidak
bisa. Bayangkan bila dalam satu keluarga dimulai pada satu orang untuk membangun pola
diatas maka hal tersebut dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain sehingga kondisi
yang dialami tidak terlalu terasa berat karena saling mendukung dan bersikap positif.

Diharapkan kita tetap meresponi situasi ini dengan pengharapan dalam Tuhan.
Sebagaimana Alkitab mengingatkan setiap kita dalam Filipi 4:13, “ Segala perkara dapat
kutanggung didalam DIA yang menguatkanku”. Percaya bahwa kondisi ini akan segera
berlalu, mari sehati untuk setiap keluarga membangun pemikiran yang positif dan
pengharapan didalam Tuhan bahwa kondisi ini akan mampu diatasi dengan sukacita.

Karena itu beberapa hal yang bisa kita terapkan bagi keluarga kita agar tidak
memunculkan distress, adalah:

a. Setiap hari, tetapkan satu target yang mudah dicapai semua anggota keluarga dan
menjadi target bersama
Misalnya: Menghafal satu ayat setiap 2 hari sekali atau tidak boleh ada yang berkata
kasar selama berbicara atau berolahraga bersama selama 30 menit atau memasak
bersama.

b. Selalu tetapkan waktu untuk berbicara secara terbuka dengan setiap anggota
keluarga tanpa melibatkan gadget, misal malam hari menjelang tidur atau saat
semua kegiatan wajib sudah terselesaikan.

c. Setiap anggota keluarga saling mengingatkan dan menjalankan kewajibannya serta
dalam menjaga kebersihan dan kesehatan bersama.

d. Memperkuat altar keluarga dengan saling menguatkan dan mengingatkan untuk
selalu mengandalkan Tuhan.

e. Mengingatkan penggunaan gadget di-prioritaskan pada jam-jam yang memang
dianggap penting (misalnya untuk pembelajaran dan bekerja).

f. Hindari menggunakan gadget berlebihan untuk refreshing (misalnya main games
hanya 1.5 jam, menonton hanya 1.5 jam).

Referensi:
1. https://www.unicef.org/northmacedonia/how-teenagers-can-protect-their-mental-
health-during-coronavirus-covid-19
2. Article in International Journal of Stress Management :
Quinones, Griffiths and Carvajal, December 2016, EUSTRESS/DISTRESS MODEL OF
EMOTION REGULATION
3. Fink, March 2016: Stress: Concepts, Cognition, Emotion, and Behavior: Handbook of
Stress, University of Melbourne

 

(Student Support Service, Juni 2020)