Our days are happier when we give people a bit of our heart
rather than a piece of our mind
- Unknown -

How To Teach Our Kids About Branded Things

13 September 2018, Me and Myself

Memiliki barang-barang bermerk bukan lagi trend yang terbentuk dikalangan orang dewasa. Saat ini dengan semakin maraknya perkembangan tehnologi dan penggunaan media sosial, penggunaan barang-barang bermerk menjadi suatu bagian dari gaya hidup remaja. Ironisnya, barang-barang bermerk menjadi bagian penting untuk menunjukkan keberhargaan diri mereka. Tidak jarang anak – anak menjadi cenderung menuntut untuk dibelikan barang-barang bermerk supaya dapat diterima oleh teman-temannya. Bahkan ada beberapa anak seperti memaksakan diri agar dapat memiliki benda-benda bermerk sebagai usaha untuk dapat menjadi bagian yang dinilai keren atau cool oleh teman-teman sebayanya.

Sesungguhnya kondisi ini menjadi hal yang cukup memprihatinkan, karena kebutuhan tambahan (tersier) menjadi kebutuhan utama (primer) bagi anak-anak. Terutama di kalangan remaja. Tanpa mereka sadari keberhargaan diri mereka dipengaruhi oleh benda-benda bermerk yang mereka pakai. Dampaknya, mereka akan cenderung:

  • Merasa tidak percaya diri
  • Daya juang lemah
  • Menghindari masalah

Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

  • Anak belum mengetahui hal-hal yang merupakan potensi atau keunggulannya.

Dampaknya, ia akan berusaha memenuhi tuntutan rekan sebayanya melalui kepemilikan barang bermerk.

  • Anak belum memiliki dasar yang kuat terhadap penerimaan diri dan penghargaan diri.

Ia cenderung menilai diri “biasa” saja sehingga menjadi kurang berani untuk tampil apa adanya dan mudah kuatir bila tidak diterima oleh rekan sebayanya. Dalam hal ini, kepemilikan barang bermerk merupakan salah satu upaya agar dapat diterima teman sebayanya.

  • Tidak terbiasa untuk melakukan perencanaan.

Anak belum memahami bahwa segala sesuatu ada proses untuk mencapai hasil yang

ditargetkan. Sesungguhnya melalui perencanaan, anak terlatih untuk mampu membedakan hal-hal yang bersifat prioritas atau tambahan. Bila memahami hal ini, maka untuk dapat memiliki suatu barang, ia akan memahami proses untuk merealisasikannya.

  • Belum memahami dirinya sebagai CITRA ALLAH.

Anak masih meletakkan keberhargaan dirinya pada penilaian orang lain. Ia belum melihat dirinya sebagai individu yang special, mulia dan berharga dihadapan Tuhan.

 

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk membangun kepercayaan diri pada anak:

  • Tekankan pada anak bahwa mereka merupakan Citra Allah.

Perkatakan secara konsisten pada anak bahwa diri mereka merupakan gambaran dari Citra Allah, agar anak memahami bahwa keberhargaan dirinya bukan karena benda-benda yang dimilikinya, melainkan pada tujuan yang sudah Allah tetapkan pada hidup mereka.

  • Orang tua berperan aktif mengenalkan anak pada hal-hal yang merupakan potensi atau keunggulannya.

Hal ini menjadi bagian untuk mendukung pembentukan keyakinan diri pada anak. Karena itu, ketika anak ingin diterima sebagai bagian penting oleh teman sebayanya, ia mengedepankan keunggulannya pada hal-hal yang bersifat keterampilan, sifat baik atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian, ia tidak akan mudah terpengaruh oleh kepemilikan barang bermerk.

  • Orang tua menjalin komunikasi yang terbuka untuk membahas hal-hal yang dinilai penting oleh anak.

Dalam hal ini berikan penjelasan mengenai posisi barang bermerk sebagai kebutuhan tersier dalam kebutuhan sehari-hari. Tanamkan hal-hal yang lebih utama sebagai hal penting yang harus diketahui anak. Misal: Lebih baik memiliki barang yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, sehingga dana yang ada bisa digunakan untuk hal-hal lain yang lebih berguna.

  • Luangkan waktu untuk selalu membicarakan hal-hal yang menjadi pemikiran atau kesulitan anak.

Kegiatan ini akan membantu anak lebih positif menilai dirinya. Akan terbentuk pemahaman bahwa ia tidak sendiri dan mengetahui hal-hal yang dapat dilakukannya ketika menghadapi tekanan  ataupun mengalami konflrik dengan  teman sebaya.

  • Latih kedisplinan anak di lingkungan rumah.

Bantu untuk membangun disiplin dalam diri dengan cara membiasakan pola untuk berusaha melakukan hal yang positif ketika ingin mendapatkan sesuatu. Walaupun secara materi orang tua mampu untuk memenuhi semua permintaan anak, namun hal tersebut dapat berpotensi menjadi penghambat anak untuk mendisiplinkan dirinya sendiri. Misal: tidak dengan mudah memberikan barang yang diinginkan anak. Bicarakan mengenai tingkat kepentingan dari barang tersebut, biaya yang diperlukan dan usaha positif yang sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan barang tersebut.

  • Sedari dini latih kemampuan pengendalian diri pada anak.

Salah satu cara yang dapat dilakukan konsisten membatasi anak terhadap kepemilikan barang-barang yang belum waktunya untuk dimiliki. Berikan batasan yang jelas mengenai benda-benda yang boleh atau tidak boleh untuk dimiliki disertai alasan yang logis dan mudah dipahami.

Semakin dini anak dilatih untuk memahami keberhargaan dirinya maka semakin terbentuk kepercayaan diri yang solid. Dengan demikian, ia akan lebih mengutamakan pengembangan talentanya daripada kepemilikan barang barang bermerk. Karena itu ia tidak akan mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang berdampak kurang baik bagi dirinya.

Anak juga mulai dilatih untuk bertanggung jawab atas setiap keputusan yang ditetapkannya.

Seperti firman yang mengatakan (Yesaya 43:4) “Oleh karena engkau berharga di mata-KU dan mulia dan Aku ini mengasihi engkau, maka aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.”

Sangat dibutuhkan peran aktif orang tua untuk melatih dan mengembangkan pemahaman yang benar mengenai keberhargaan mereka, supaya:

  • Anak menjadi lebih percaya diri dalam menyesuaikan diri di lingkungan.
  • Mereka tidak mudah terpengaruh terhadap peers pressure.   
  • Kepemilikan barang bermerk bukan hal yang utama bagi dirinya.
  • Anak akan berperan aktif mengembangkan talenta atau kemampuan dalam dirinya dengan lebih optimal.

 

Amsal 22:6

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”

 

(Student Support Service, Juli 2018)